Penghujung tahun 2010 niat saya beserta
istri untuk ke Malaka kesampaian juga. Buat. Malaka, Melaka atau Malacca
sebuah kota pesisir yang terletak di Simenanjung Malaka, Malaysia.
Tujuan kami ke Malaka selain untuk suatu keperluan pribadi sekaligus
untuk melancong.
Harus diakui tujuan melancong rasanya
lebih kuat, sebagai awam kebanggaan juga bisa keluar negeri,
bagaimanapun ke Malaysia berarti juga ke luar negeri, beda dibanding
kalau ke Jakarta misalnya, walaupun secara geografis letak
semenanjung Malaka dari kota Jambi tempat tinggal kami lebih dekat
dibanding Jakarta.
Kami berangkat dengan bekal Ringgit
Malaysia (MYR) yang kami beli dari money changer di Jambi dan info
tentang perjalanan ke Malaysia baik dari surfing internet dan
informasi teman yang pernah ke Malaka, dan tentu saja Paspor
Sebenarnya ada beberapa pilihan route
perjalanan dari Jambi untuk sampai ke Malaka :
- Pakai pesawat ke Kuala Lumpur via Jakarta, kemudian pakai Bus ke Malaka, rute ini tentu membutuhkan biaya yang cukup besar.
- Pakai mobil travel ke Dumai, via Pekanbaru, kemudian dari Dumai menggunakan kapal Ferry (seperti speedboat ukuran besar) ke Malaka, rute ini relatif paling murah tetapi membutuhkan perjalanan darat yang lama (sekitar 16 jam) dan cukup membuat badan pegal2.
- Menggunakan pesawat ke Batam, dari Batam naik Ferry ke Johor Bahru, kemudian dari Johor Bahru naik Bus ke Malaka
- Naik mobil travel ke Pekanbaru, kemudian pakai pesawat ke Malaka
Untuk keberangkatan kami yang pertama
kami pakai pilihan yang ke-tiga, selain relatif murah, cepat juga
cukup mengasyikan.
Singkat cerita pengalaman perjalanan
kami seperti berikut :
Kamis 25 November 2010, setelah
mengalami delay sekitar 3 jam karena cuaca saat itu sedang hujan
badai, sekitar pukul 14.00 wib, akhirnya pesawat Sriwijaya Air
menerbangkan kami ke Batam mendarat di Bandara Sulatan Thaha Jambi,
hanya butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai di Bandara Hang
Nadim, Batam
Setelah sholat di bandara, makan di
counter yang ada di Bandara, kami buru2 cari taksi dengan tujuan
Batam Centre (terminal Ferry ke Malaysia dan Singapura). Dari obrolan
dengan supir taksi baru kami tahu kalau kapal boat ke Johor Bahru
Malaysia terakhir pul 17.30 sementara saat itu jam menunjukan pukul
16.45, harap-harap cemas juga karena kami belum beli tiket ferry !,
atas saran sopir taksi akhirnya kami beli tiket fery di agen tiket di
Jalan menuju Batam Centre, harga tiket untuk 1 orang sekirat
Rp.200.000. Ada dua pilihan jadwal keberangkatan yaitu pukul 17.15
dan 17.45, agak dilematis, karena takut kemalaman di Malaka akhirnya
kami beli yang 17.15, dengan perhitungan butuh waktu maksimum 15
menit ke Batam Centre.
rute ferry Batam Centre - Stulang Laut |
Sesampai di Batam Centre timbul masalah
baru, ternyata kami terlambat !, walaupun saat itu pas pukul 17.15
tetapi proses “boarding” dan urusan keimigrasian penumpang untuk
keberangkatan 17.15 sudah ditutup 10 menit yang lalu. Alamat tiket
yang kami beli “hangus”. Melihat gelagat kami seseorang calo
menawarkan jasa, untuk menukar tiket yang sudah kami beli dengan
tiket baru untuk keberangkatan pukul 17.45. tetapi kami harus
menambah uang Rp.300.000,- untuk dua tiket, ditengah kebingungan kami
menyetujuainya, pikir2 lumayanlah “hemat” Rp.100.000 dibanding
beli tiket baru.
Salah satu kapal ferry |
Proses selanjutnya, langsung ke bagian
fiscal, tak ada biaya fiskal di pos ini, trus ke pemeriksaan
passport dan boarding, ikut antrian panjang termasuk dengan penumpang
tujuan Singapore.
Kapal berangkat pukul 18.10. dan sampai
di Pelabuhan Stulang Laut. Johor Bahru Malaysia, di Pelabuhan
Stulang Laut kembali melewati Checkpoint Imigrasi, disini kami
ditanyain : “awak nak ke mane..keje ker” (tujuan kemana, mau
kerja?) walau dengan logat malaysia yg kedengaran lucu tapi tetap
saja bikin gak nyaman karena nadanya seperti diintrogasi saja, apa
standar ke imigrasian seperti itu ya.
Keluar dari Pelabuhan Stulang Laut |
Keluar dari pemeriksaan langsung
didatangi calo yang menawarkan jasa taksi, sesuai saran teman
sebelumnya kami jalan keluar areal pelabuhan dan mencari tempat taksi
ngetem karena biasanya lebih murah. Dari Pelabuhan Stulang Laut hanya
sekitar 15 menit ke Terminal Bus Larkin di Johor Bahru dangan ongkos
taksi RM 15 (15 ringgit), kurs 1 1 ringgit Malaysia terhadap Rupiah
saat itu sekitar 3000 rupiah.
Dalam perjalanan ke terminal
Larkin, kesan bahwa Malaysia negara yang lebih maju dari kita sudah
mulai terihat, jalan-jalan begitu bersih, lebar, mulus, dan taman –
taman kota tertata asri. Waktu menunjukan pukul 07.00 wib ketika
sampai Terminal larkin, berarti pukul 08.00 waktu setempat, kami
harus putar arloji 1 jam lebih cepat, karena waktu di semanunjung
Malaysia sama dengan waktu Indonesia bagian tengah.
sebagian Malaysia bagian barat |
Sampai di pintu masuk
terminal Larkin kami sudah “dijemput” calo berbadan tambun
berkulit hitam, nanyain “mau ke ki el ? (KL = Kuala Lumpur), kami
terus jalan sambil cuek, takut “dimakan” karena kelihatan kalau
orang baru, sambil membuntuti calo tersebut terus mengulang
pertanyaanya, akhirnya saya jawab juga “mau ke Malaka cik”... “
Itu nak saye tanye..! katanya sambil bersungut ngeloyor pergi ,
tapi lucu juga dengar logatnya. Lega juga, dalam hati benar juga calo
disini gak segalak calo di Indonesia. Setelah cari “Tandas Awam”
(istilah WC umum disana) dan sedikit beli makanan ringan kemudian
cari loket tujuan Malaka.
Sekitar
15 menit saja kami sudah berada dalam bus yang siap berangkat ke
Malaka, Ongkos bus 1 orang dari Johor Bahru ke Malaka saat itu hanya
MYR 20 (sekitar 60 ribu rupiah), dengan jarak tempuh sekitar 3 jam
dan dengan bus yang bagus, lapang dengan posisi tempat duduk 2 1 (3
kursi per baris) ongkos segitu terasa murah. Ternyata bus pun hanya
terisi sepertiganya saja. Kalau dipikir apa perusahaan bis bisa
untung ya dengan tarif dan penumpang segitu.
Tak
banyak yang bisa dilihat dalam perjalan karena memang sudah malam,
tapi yang saya ketahui bus melalui jalan tol yang rapih dan lancar.
Jam 11 malam bus sampai di terminal bus Central Malaka, saat itu
masih cukup ramai, gak ada calo dan yang jelas gak ada kesan “angker”
diterminal ini. Dari terminal kami menuju Hotel Trend dengan taksi
dengan biaya MYR 20, supir taksi cukup ramah, dia banyak cerita
tentang malaka, dan tempat kuliner yang direkomendasikanya yaitu
rumah makan asam pedas, masakan tradisional Malaysia yang dirasa
cocok dilidah kami yang mempynai “lidah melayu”.
salah satu jalan utama di kota Malaka |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar